Selasa, 22 Maret 2011
(Cerpen Misteri) Hantu Rumah Hantu
Seperti tahun-tahun lalu, tiap kali liburan, di desa selalu ada festival keliling. Di sana ada panggung sulap, sirkus, motor edan, komedi putar, hingga rumah hantu.
Semua pertunjukan dan permainan yang ada di festival keliling itu sudah Wiwi coba kecuali satu, rumah hantu. Wiwi masih takut masuk ke rumah hantu yang menurut Isni dan Neni, kedua sahabatnya cukup mendebarkan.
“Kita bisa merasakan bagaimana ketemu dengan tengkorak, kepala tanpa badan, pocong, dan masih banyak lagi,” cerita Isni setahun yang lalu. “Kita juga bisa teriak-teriak kalau kita mau.”
“Bahkan lari terbirit-birit juga tidak apa-apa. Yang penting kan kita sudah menguji keberanian kita,” imbuh Neni.
Waktu itu Wiwi masih ragu-ragu untuk mencoba. Dia merasa perlu waktu untuk meyakinkan diri, kalau dia benar-benar berani melihat hantu yang ada dalam rumah hantu.
Dan sekarang, setahun sudah berlalu, Wiwi ingin mencoba masuk ke rumah hantu. Mendengar keinginan Wiwi, Isni dan Neni sangat senang. Berarti sekarang sudah ada kemajuan.
“Kan sekarang kita sudah kelas 4, ya?” kata Isni tadi siang, saat pulang sekolah, mencoba memperkuat keinginan Wiwi.
Neni yang berjalan di samping Wiwi hanya mengiyakan.
Habis shalat Magrib mereka bertiga menuju lapangan desa, tempat festival itu berlangsung. Karena ini hari terakhir, jadi ramainya bukan main. Penduduk desa sepertinya tumpah ruah menikmati festival yang digelar tiap tahun itu.
“Kamu di depan ya, Wi,” kata Isni.
Wiwi hanya mengangguk. Sepertinya dia mencoba menahan rasa takut yang luar biasa. Berkali-kali dia menarik napas.
“Ayo masuk!” kata penjaga pintu rumah hantu. “Paling banyak bertiga, ya?” katanya lagi.
Wiwi mengangguk tanpa suara. Tanpa melihat sahabat-sahabat di belakangnya, dia masuk rumah hantu. Dadanya bergetar hebat saat baru melangkah langsung disambut oleh suara erangan raksasa yang terpenjara. Refleks, dia memegang tangan seseorang yang berada di belakangnya.
Lagkah berikutnya, lantai yang diinjaknya seperti bergoyang. Wiwi berusaha berjalan dengan tenang. Dia ingin berteriak, tapi tidak jadi. Dia berhasil melewati lantai bergoyang.
Baru saja bisa menghirup napas, tiba-tiba ada tengkorak manusia yang keluar dari lantai. Wiwi mundur selangkah sambil menjerit.
“Kita harus melewatinya ketika tengkorak itu masuk ke lantai lagi,” kata seseorang di belakang Wiwi.
Begitu tengkorak itu masuk lantai, secepat kilat Wiwi berlari menyeberanginya.
Kali ini Wiwi harus melewati jembatan penyeberangan yang di bawahnya seperti ada air mendidih. Aduh, Wiwi takut sekali. Dia memegang tangan seseorang di belakangnya kuat-kuat.
Selesai melewati jembatan penyerangan, ada kepala tanpa badan, ular yang ingin menerkam, harimau lapar, dan ufh! Sampai juga Wiwi pada bagian terakhir. Bagian yang paling mendebarkan. Dia harus melewati tangan raksasa yang menutupi pintu keluar.
“Kamu pasti bisa, Wi,” kata seseorang di belakangnya.
Wiwi menarik napas dalam-dalam, lalu begitu ada kesempatan dia berlari sekencangnya menuju pintu keluar.
“Hebat! Kamu hebat!” teriak Isni dan Neni begitu Wiwi berhasil keluar. Ternyata mereka sudah berada di luar.
“Tuh, kan, saya bilang apa, kamu pasti bisa,” kata Neni, “Buktinya, kamu berani masuk sendirian,” lanjut Neni membuat Wiwi terbelalak.
“Lho, kalian tidak masuk?” tanya Wiwi.
“Tidak! Kita kan hanya mengantar sampai pintu masuk,” jelas Isni.
“Lalu … lalu … yang tadi di belakangku siapa?” Wiwi makin terbelalak.
Jangan-jangan hantu rumah hantu?!***
0 komentar:
Posting Komentar